Woman Againts Sexual Harassment!
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi S1 Keperawatan, Horizon University Indonesia: Meisya Rafacintya, Delfiana Irene Harya.--karawangbekasi.disway.id
KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - “Makanya jangan pakai baju sexy dong!”, “Gabisa jaga diri !”, itulah tanggapan Masyarakat kepada para korban kekerasan seksual. Berdasarkan hasil survei oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), jumlah kasus kekerasan seksual sepanjang Januari-Oktober 2024 ada 147 kasus yang terlapor.
Kekerasan seksual berbasis gender menghadirkan realitas yang harus dihadapi oleh banyak Perempuan, hal ini menunjukkan perempuan di Indonesia ternyata masih belum merdeka dari kekerasan seksual.
Menurut Permendikbud (2021), kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang meninggalkan dampak bagi korban, tidak hanya fisik namun juga mental seperti merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh dan/atau reproduksi seseorang akibat dari ketimpangan gender.
Dampak yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur hidup dan mempengaruhi kualitas hidup korban. namun perlu dicatat, bahwa dampak tersebut bukanlah takdir yang harus diterima korban. Kerja sama yang baik antara keluarga, masyarakat, pemerintah dan penegak hukum diperlukan untuk meminimalisir dan mentiadakan kasus kekerasan seksual.
BACA JUGA:Banyaknya Pengangguran di Karawang
Berbagai Upaya telah dilakukkan pemerintah seperti sosialisasi yang dilakukkan dinas sosial dan pembentukkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), namun hal tersebut ternyata masih kurang dalam menangani kekerasan seksual yang terjadi di kab. Karawang.
Penulis selaku agent of change (agen pembawa perubahan), menanggapi bahwa perlunya empowerment (pemberdayaan) Masyarakat khususnya perempuan terkait kasus kekerasan seksual di Karawang. Pemberdayaan dapat dilakukkan dengan 2 langkah pertama yaitu
1. Pendidikan Perempuan Berdaya (PPB)
Pada sesi Pendidikan Perempuan Berdaya, penulis mengharapkan perempuan mampu mengenali kekerasan seksual baik secara verbal maupun non verbal, mampu menyuarakan isu isu terkait kekerasan seksual untuk membantu sesama perempuan baik secara langsung maupun mengguanakan sosial media seperti Instagram. PPB dapat direalisasikan dalam bentuk seminar dan Social media campaign baik ditingkat institusi, maupun masyarakat.
2. Program Perempuan Berani Bersuara
Pada sesi ini, penulis mengharapkan setelah diberikan pengetahuan terkait kekerasan seksual dan bagaimana menyuarakan untuk sesame, perempuan mampu membuat laporan terkait kasus nyata kekerasan seksual. Menyuarakan bagaimana cara melapor ke pihak berwenang dan menjadikannya mudah dalam satu linktree untuk berbagai akses layanan pengaduan masyarakat.
BACA JUGA:Setwan DPRD Jabar Gelar Penandatanganan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM
BACA JUGA:DPRD Kabupaten Wonogiri Kunker ke DPRD Jabar, Bahas Peran Dewan hingga Implementasi UU HKPD
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: